Ondel-ondel, apakah akan terlupakan?

KONTAN.CO.ID - "Nyok kita nonton ondel-ondel, nyok kita ngarak ondel-ondel..." Begitulah sepenggal lirik lagu legendaris yang dipopulerkan oleh almarhum Benyamin Sueb. Boneka berukuran besar yang diarak dari satu gang ke gang yang lain memang tak bisa lepas sebagai maskot Ibukota. Selain citra macet dan banjir, setidaknya Jakarta punya warisan budaya yang bisa dibanggakan. 

Seiring berjalannya waktu, perkembangan bisnis yang kian pesat dan modern, gedung pencakar langit kian mengepung Jakarta. Modernitas ini tentu membawa pengaruh pada gaya hidup warganya. Dulunya ondel-ondel diarak dan dipertontonkan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat. Lambat laun, hiburan warga Jakarta bergeser, tergantikan oleh mal dan bioskop. 
Perubahan Jakarta yang kian modern dan gemerlap, tentu jadi tantangan tersendiri bagi para perajin ondel-ondel. Mulyadi, perajin ondel-ondel yang tinggal di kawasan Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat mengatakan, peminat ondel-ondel semakin sedikit. Kini ondel-ondel hanya digunakan jika ada event tertentu atau pernikahan tradisional Betawi. 
Di Jakarta sendiri pesanannya makin berkurang. "Tak seperti sepuluh tahun lalu, pesanan membanjir sampai kewalahan," katanya saat disambangi KONTAN di kawasan Kramat Pulo, Jakarta Pusat. 
Harga ondel-ondel setinggi 1,5 meter lengkap dengan pakaiannya dibanderol mulai Rp 3,5 juta. Mulyadi bilang, dirinya dan beberapa perajin di Kramat Pulo tak hanya menerima pesanan dari Jakarta saja. Pesanan juga datang dari kota lain seperti Madura, Surabaya, Probolinggo, Bandung dan Lampung. 
Di tengah gempuran modernitas dan gegap gempita kota, para perajin ondel-ondel terus berjuang untuk bertahan. Mulyadi mengatakan sebagian besar perajin kini hanya mengandalkan pembuatan ondel- ondel sebagai penyemarak pesta rakyat, pernikahan ataupun penyambut tamu dalam acara-acara budaya. 
"Ondel-ondel ini budaya asli Betawi dan orang Betawi ini kan yang sebenarnya penduduk asli Jakarta. Jadi janganlah sampai punah lalu ngga ada lagi ikon yang bisa dibanggakan di Jakarta ini. Mau tidak mau, kami ini yang harus menjaga keberadaan ondel-ondel agar terus ada," ungkapnya. 
Kegelisahan serupa juga dilontarkan oleh Bakhtiar, perajin ondel-ondel yang tinggal di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat. Ia menuturkan, jika kondisi saat ini memang serba susah bagi para perajin ondel-ondel. Bisa dibilang, pendapatan dari membuat ondel-ondel kini tidak lagi menguntungkan jika dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu. 
Dulu, dalam sebulan Bakhtiar bisa menerima hingga 10 pasang ondel-ondel. "Kayak makan buah simalakama. Sejujurnya kalau terus jadi perajin ondel-ondel sudah tidak terlalu menguntungkan seperti sepuluh tahun lalu. Sekarang, sepasang saja tiap bulan, sudah Alhamdulilah," ungkap Bakhtiar. 
Ia membanderol sepasang ondel-ondel lengkap dengan pakaiannya mulai Rp 6 juta. Biasanya konsumen memiliki permintaan khusus seperti pernak-pernik pakaian ondel-ondel. Jika ada hiasan tambahan, bakal dikenakan biaya tambahan sekitar Rp 200.000-Rp 500.000 per paket, tergantung jenis hiasannya.    

Reporter: Elisabeth Adventa
Editor: Johana K.

PELUANG USAHA

0 Response to "Ondel-ondel, apakah akan terlupakan?"

Posting Komentar