Hoki kedai kopi tak lagi hangat

KONTAN.CO.ID - Bercengkerama sambil menyeruput kopi, sudah menjadi gaya hidup masa kini. Inilah yang mendorong bisnis kedai kopi atau kafe bermunculan. Baik di pusat kota maupun kawasan permukiman.   

Melihat potensinya yang besar, sejumlah pemain pun melebarkan sayapnya dengan menawarkan kemitraan. Sayang, kini bisnis kedai kopi nampak tak terlalu seksi. Menjamurnya usaha serupa mengakibatkan persaingan cukup ketat. Para pemain pun berinovasi dengan membuka pelatihan barista.

Untuk mengetahui kondisi terkini, KONTAN akan mengulas tiga kemitraan kedai kopi yaitu Rumah Kopi, Fullcaff Coffee dan Daqon Coffee. Berikut ulasannya: .  

Rumah Kopi

Sony Wijaya menangkap peluang bisnis kedai kopi dengan membuka kafe di Lamongan, Jawa Timur pada 2010 lalu. Sempat beberapa kali berganti nama, pada Mei 2015 dia mantap menamai kafenya Rumah Kopi Indonesia.

Selain menjalankan bisnis kedai kopi, ia juga membuka kelas barista. Dari situ, permintaan untuk membuka kemitraan berdatangan. Pada Agustus 2016, Sony pun membuka waralaba.

Saat KONTAN mengulasnya akhir Agustus 2016, Sony belum punya mitra. Hingga kini, dia juga belum menggandeng mitra. Namun, Sony bilang, pernah menjual brand dengan skema beli putus tanpa sistem kemitraan. "Ada 10 outlet yang saya jual.  Harganya dari Rp 50 juta hingga Rp 300 juta tergantung lokasinya. Paling jauh itu Rumah Kopi Sorong," ungkap Sony.

Sony mengaku, kini lebih fokus pada bisnis kursus barista. "Setiap bulan ada 20-30 peserta untuk kelas privat," jelasnya. Biaya kursus barista mulai Rp 5 juta sampai Rp 7 juta per peserta selama tiga hari.

Sony memakai brand Rumah Kopi untuk kursus baristanya. Sementara untuk kemitraan kedai kopi, ia memakai nama baru, yakni Smart Cafe. Dia memasarkan konsep baru ini lewat smartcafe.co.id

Dulu, paket yang ditawarkan terdiri dari  Warung Kopi senilai Rp 50 juta. Lalu, Paket Kedai Kopi senilai Rp 120 juta dan Paket Coffee Shop senilai Rp 250 juta. Kini, paketnya senilai Rp 15 juta, Rp 35 juta dan Rp 60 juta.

Semua paket akan mendapatkan mesin grinder, alat manual brew, mesin kasir, resep, pelatihan, dan promosi. Perbedaannya terletak pada jumlah varian menu yang dijual. "Biaya lokasi usaha, set up tempat dan furnitur ditanggung mitra. Namun, desain interiornya bisa dari kami," imbuh Sony.

Sony bilang selain menjual berbagai varian kopi nusantara, Smart Cafe juga menjajakan menu-menu makanan yang digemari masyarakat, misalnya kentang goreng, roti bakar dan nasi goreng. Menu makanan ini dijual Rp 5.000 hingga Rp 30.000.

Ia menargetkan ada 100 kunjungan per hari, supaya mitra bisa mendapat omzet Rp 30 juta saban bulannya.  Proyeksi balik modalnya pada bulan ke-21.

Sony mengutip biaya royalti  5% dari omzet per bulan. Namun, biaya ini hanya dikenakan jika pengelolaan dijalankan oleh pusat. Sebaliknya, jika mitra mengelola sendiri, pusat hanya mewajibkan mitra mitra membeli biji kopi dari Rumah Kopi Indonesia.  


Reporter: Elisabeth Adventa, Jane Aprilyani, Maizal Walfajri, Tri Sulistiowati
Editor: Johana K.

0

0 Response to "Hoki kedai kopi tak lagi hangat"

Posting Komentar